KATA
PENGHANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa.Yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya kepada kami, sehingga
kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
berjudul “Strategi Pergerakan Nasional di Indonesia pada Periode Bertahan dan
Periode Moderat”.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua tentang Strategi Pergerakan Nasional di Indonesia
pada Periode Bertahan dan Periode Moderat. Jika dilihat dari berbagai aspek,
kami menyadari bahwa makalah yang telah kami buat ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan senantiasa memberikan
berkatNya kepadakita. Amin.
1) Periode Bertahan (Setelah Sumpah pemuda)
Terjadinya
krisis ekonomi dunia (malaise) yang dibarengi dengan penangkapan dan
pembuangan tokoh-tokoh pergerakan radikal menyebabkan berakhirnya suatu periode
keras dalam sejarah pergerakan kebangsaan nasional Indonesia.
Kerasnya
tindakan pemerintah kolonial tersebut memengaruhi situasi politik pergerakan di
Indonesia. Para pemimpin organisasi yang tersisa memikirkan cara baru yang
lebih lunak untuk tetap mempertahankan dan melanjutkan cita-cita perjuangan
sebelumnya. Mereka melihat kenyataan bahwa tidak ada alternatif lain kecuali
mengubah haluan politik, yaitu dari non kooperasi menjadi kooperasi. Hal ini
dilakukan karena hanya organisasi kooperatif dan bersedia mengirimkan wakilnya
di volksraad yang bebas dari tindakan keras pemerintah dan tetap dapat
melanjutkan kegiatan politiknya.
Volksraad
yang diambil dari bahasa Belanda
dan secara harafiah
berarti "Dewan Rakyat", adalah semacam dewan perwakilan rakyat Hindia
Belanda. Dewan ini dibentuk pada tanggal 16
Desember 1916
oleh pemerintahan Hindia Belanda yang diprakarsai oleh Gubernur-Jendral
J.P. van Limburg Stirum
bersama dengan Menteri Urusan Koloni Belanda; Thomas Bastiaan Pleyte.
Pada awal
berdirinya, Dewan ini memiliki 38 anggota, 15 di antaranya adalah orang pribumi.
Anggota lainnya adalah orang Belanda
(Eropa) dan orang timur asing: Tionghoa,
Arab dan India.
Pada akhir tahun 1920-an mayoritas anggotanya adalah kaum pribumi.
Awalnya, lembaga
ini hanya memiliki kewenangan sebagai penasehat. Baru pada tahun 1927,
Volksraad memiliki kewenangan ko-legislatif bersama Gubernur-Jendral
yang ditunjuk oleh Belanda. Karena Gubernur-Jendral
memiliki hak veto, kewenangan Volksraad
sangat terbatas. Selain itu, mekanisme keanggotaan Volksraad dipilih melalui
pemilihan tidak langsung. Pada tahun 1939,
hanya 2.000 orang memiliki hak pilih. Dari 2.000 orang ini, sebagian besar
adalah orang Belanda dan orang Eropa lainnya.
Selama periode
1927-1941,
Volksraad hanya pernah membuat enam undang-undang, dan dari jumlah ini, hanya
tiga yang diterima oleh pemerintahan Hindia Belanda.
Sebuah petisi
Volksraad yang ternama adalah Petisi
Soetardjo. Soetardjo adalah anggota Volksraad yang
mengusulkan kemerdekaan Indonesia.
Situasi
politik di atas akhirnya melahirkan suatu bentuk perjuangan baru yang
demokratis. Dalam pembabakan sejarah pergerakan nasional, periode ini disebut
periode bertahan. Jadi periode bertahan dapat diartikan sebagai suatu kurun
waktu yang ditandai dengan perubahan taktik perjuangan dari non kooperasi ke
kooperasi demi mempertahankan kelangsungan hidup pergerakan dan menjamin
kontinuitas perjuangan.
Pada periode ini
pergerakan bersikap lebih lunak dan hati-hati. Di luar volksraad, perjuangan
terutama diarahkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat dengan
mengusahakan perbaikan ekonomi. Sedangkan perjuangan mencapai kemerdekaan
terutama berpusat di volksraad. Mengenai sifat pergerakan pada masa itu
dilukiskan oleh Onghokham sebagai berikut:
…
sifat pergerakan masa akhir Hindia Belanda itu tidak spektakuler, tidak “turun
ke emosi rakyat” dan bersifat non agitasi ataupun “tidak opruierij”. Sifat
kepemimpinannya berubah, tidak ada lagi demagogen rakyat atau tokoh-tokoh yang
dapat berpidato di depan rakyat seperti Tjokroaminoto dan Sukarno dalam
tahun-tahun yang lalu. Sebaliknya pemimpin-pemimpinnya adalah tokoh-tokoh
seperti Dr. Sutomo yang mendirikan “perkembangan melalui ekonomi, usaha-usaha
dagang, sekolahan, dan lain-lain” dari masyarakatnya atau Thamrin, Yamin, dan
lain-lain di Volksraad …1)
Volksraad yang didirikan oleh pemerintah Belanda tahun
1918 sebagai wadah untuk mengontrol dan mengarahkan aktivitras kaum pergerakan,
digunakan oleh pemimpin pergerakan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat
Indonesia. Jadi duduknya wakil-wakil rakyat di volksraad tidak hanya dipandang
dari segi kooperatifnya, akan tetapi juga sebagai taktik perjuangan,
sebagaimana dikemukakan oleh Otto Iskandar Dinata, bahwa: “kalau kita tidak
ikut dalam dewan rakyat maka suara kita kurang didengar. Dan nasib rakyat makin
dibiarkan oleh pemerintah Hindia Belanda”.2)
1. Otto
Iskandardinata
|
Terlebih dahulu kita
harus mengenal kemerdekaan barulah kita dapat dengan tepat menginginkannya.
Sebab walaupun kita dapat kebebasan besok sekalipun, kemerdekaan itu tak ada
gunanya untuk kita jika kita tidak dapat memanfaatkannya untuk meneruskan
kesejahteraan kita.3)
Konstelasi dunia internasional
pada dasawarsa tigapuluhan diwarnai dengan munculnya naziisme dan fascisme di
Eropa Tengah yang dalam ekspansinya mendesak kedudukan negara-negara demokrasi
dan komunis. Baik di negeri Belanda maupun di Indonesia, kaum nasionalis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam menghadapi fascisme tidak ada alternatif lain,
kecuali memihak demokrasi.4) Keyakinan ini mendekatkan golongan nasionalis
dengan pemerintah kolonial, yakni kesamaan dalam mempertahankan demokrasi
terhadap bahaya fascisme. Ini pula yang menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan pergerakan nasional meninggalkan sikap keradikalannya dan
perjuangan melawan kolonialisme tidak lagi dilakukan mutlak bersikap anti,
tetapi mengusahakan cara-cara yang lebih moderat.
Beberapa pemimpin
dari pihak radikal seperti, Yamin, dr. A.K. Gani, Amir Syarifuddin, dan
lain-lain mengubah taktik dan mendirikan partai bersifat kooperatif sejalan
dengan arah yang dianut gerakan nasional pada masa itu. Dan volksraad sebagai
wadah penyaluran aspirasi rakyat yang dibenarkan oleh pemerintah, menjadi pusat
perjuangan dalam mencapai cita-cita Indonesia merdeka.
Dari
uraian di atas terlihat bahwa pada periode ini pemimpin pergerakan tidak secara
langsung menuntut kemerdekaan dengan segera. Tetapi perjuangan terutama ditujukan
untuk menciptakan suatu landasan yang kokoh bagi Indonesia merdeka kelak.
2) Periode Moderat
Organisasi pergerakan nasional Indonesia yang bersifat
moderat berdasarkan taktik kooperatif, berpendirian bahwa kemerdekaan ekonomi
harus dicapai terlebih dahulu. Di bidang politik organisasi pergerakan ini
sementara waktu dapat bekerja sama dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda
atau bersifat kooperatif. Artinya dalam menghadapi pemerintah kolonial Hindia
Belanda organisasi pergerakan yang berhaluan kooperatif harus bersikap agak
lunak (moderat).
Faktor-faktor
penyebab pergerakan nasional bersifat moderat, antara lain:
1) Terjadinya krisis ekonomi dunia (Malaise) tahun 1929.
2) Adanya pembatasan kegiatan berserikat, berkumpul pada organisasi pergerakan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
3) Tokoh pergerakan nasional Indonesia banyak yang ditangkap dan diasingkan.
1) Terjadinya krisis ekonomi dunia (Malaise) tahun 1929.
2) Adanya pembatasan kegiatan berserikat, berkumpul pada organisasi pergerakan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
3) Tokoh pergerakan nasional Indonesia banyak yang ditangkap dan diasingkan.
Organisasi pergerakan nasional Indonesia pada masa
moderat, antara lain Partai Indonesia Raya (Parindra), Gerakan Rakyat Indonesia
(Gerindo), Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Golongan kooperatif ingin mencoba
memanfaatkan volksraad untuk kepentingan rakyat. Beberapa partai dan organisasi
nasional mempunyai wakil dalam volksraad. Untuk memperkuat kedudukannya dalam
volksraad, pada tanggal 27 Januari 1930, Mohammad Husni Thamrin membentuk
Fraksi Nasional. Tujuannya ialah menuntut kepada pemerintah kolonial Hindia
Belanda agar mengadakan perubahan tata negara (politik) dan penghapusan
diskriminasi di berbagai bidang.
Kelumpuhan menyebabkan pergerakan nasional ini lumpuh.
Akibat politik penindasan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Hal tersebut
menumbuhkan “Petisi Sutarjo” (anggota volksraad, bernama Sutarjo Kartohadikusumo)
pada bulan Juli 1936. Petisi (usul) itu ditandatangani oleh Sutarjo
Kartohadikusumo, I.J. Kasimo, Dr. Ratulangi, Datuk Tumenggung, Kho Kwatt Tiong,
dan Alatas.
Isi Petisi Sutarjo, pada intinya menghimbau agar
pemerintah Kerajaan Belanda selambat-lambatnya dalam waktu sepuluh tahun
memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia dalam lingkungan Kerajaan
Belanda. Jadi, statusnya sebagai negara dominian.
Petisi Sutarjo telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota volksraad. Karena sebagian besar anggota menghendaki kemerdekaan penuh. Petisi Sutarjo diterima volksraad tahun 1936 itu juga, tetapi tuntutannya ditolak. Penolakan tersebut mendorong partai-partai politik yang ada di Indonesia meningkatkan persatuan dan kesatuan pada bulan Maret 1939. Dengan mendirikan Gabungan Politik Indonesia (GAPI). GAPI juga mempunyai tuntutan, agar di Indonesia dibentuk parlemen sejati.
Petisi Sutarjo telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota volksraad. Karena sebagian besar anggota menghendaki kemerdekaan penuh. Petisi Sutarjo diterima volksraad tahun 1936 itu juga, tetapi tuntutannya ditolak. Penolakan tersebut mendorong partai-partai politik yang ada di Indonesia meningkatkan persatuan dan kesatuan pada bulan Maret 1939. Dengan mendirikan Gabungan Politik Indonesia (GAPI). GAPI juga mempunyai tuntutan, agar di Indonesia dibentuk parlemen sejati.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar